Asap dan Hangusnya Pengawasan
Kita senantiasa gagal mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan. Setelah asapnya meruyak ke mancanegara, menjadi pemberitaan media internasional, barulah semua pihak mulai dari pejabat daerah sampai pejabat kementerian heboh dan mempertontonkan kegalauannya—sekaligus kenaifan dan ketidakberdayaan. Bahkan Presiden SBY pun memperlihatkan emosi yang sampai ke ubun-ubun, bahkan mungkin berasap pula tak kala menanggapi sindiran publik atas permintaan maafnya ke negara tetangga. Sebagian masyarakat menilai tindakan tersebut sebagai bentuk kegamangan SBY menghadapi Malaysia dan Singapura. Dua negara tetangga ini memang kembali menikmati dampak langsung kebakaran lahan dan hutan di Sumatera kali ini.
Pemerintah langsung bertindak “cepat”. Presiden telah menginstruksikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif untuk memimpin Satgas Penanggulangan Bencana Asap. Pemerintah pusat mengirim ribuan orang dari TNI, Polri, dan Kementerian Kehutanan ke Riau untuk membantu memadamkan api. Dikirim juga pesawat serta berbagai peralatan (Kompas.com, 26 Juni 2013).
Tetapi kebakaran hutan dan lahan toh sudah terjadi, korban ISPA telah berjatuhan, seluruh aktivitas kehidupan masyarakat telah terganggu dan asap juga telah membuat tegang setidaknya hubungan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia.
Kejadian ini jelas bukanlah yang pertama, sejak puluhan tahun lalu Indonesia senantiasa menghadapi masalah ini dan peristiwa kali ini ditenggarai menjadi kebakaran lahan dan hutan terparah bahkan bila dibanding kejadian tahun 1997. Pertanyaanya kemudian kemana Pemerintah sebelum kebakaran ini terjadi?
Mengabaikan Pengawasan
Pemerintah wajib melakukan pengawasan lingkungan hidup. Pasal 71 sampai pasal 83 UU No.32 tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menegaskan secara gamblang tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan lingkungan hidup. Pasal 71 misalnya menegaskan menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. Pertanyaannya sekarang adakah pejabat pengawas lingkungan tersebut? Sudahkah mereka bekerja sebagaimana mestinya?
UU PPLH mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan ketentuan pembentukan pejabat pengawas lingkungan ini. Tetapi sampai sekarang tampaknya pemerintah masih abai membentuknya. PP terkait yang ada hanyalah ketentuan lama berdasarkan UU LH yang lama yaitu PP No. 4 tahun 2001.
Namun PP ini juga telah menegaskan tentang kewajiban setiap penanggung jawab usaha yang usahanya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya. Setiap penanggung jawab usaha wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahanya, meliputi sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan, alat pencegahan kebakaran hutan dan atau lahan, prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan, perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan serta pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan secara berkala.
Selain itu penanggung jawab usaha wajib melakukan pemantauan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahanya dan melaporkan hasilnya secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali yang dilengkapi dengan data penginderaan jauh dari satelit kepada Gubernur/ Bupati/Walikota dengan tembusan kepada instansi teknis dan instansi yang bertanggung jawab.
Sekarang cobalah kita cek apakah ada laporan ini kepada semua pejabat yang disebutkan di atas? Saya yakin laporan secara berkala ini kecil sekali kemungkinan ada. Karena kalau memang ada pastilah kebakaran hutan dan lahan ini sudah dapat diantisipasi sebelum meluasnya asap ke negera-negara tetangga.
Pidanakan pejabat
Selain pasal 71 di atas, pasal 72 UU PPLH juga menyebutkan tanggungjawab menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
Bahkan pasal 112 UU PPLH menegaskan setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal di atas diancam pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Kenapa hutan dan ;lahan kita selalu terbakar? Saya kira bukan karena musim kemarau, bukan juga karena yang terbakar itu adalah lahan gambut atau sebab-sebab lainnya tetapi karena telah hangusnya peran pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Maka UU PPLH perlu ditegakkan bagi para pejabat yang lalai dan sengaja tidak melakukan pengawasan.
Ancaman pidana perlu diingatkan kepada mereka. Jangan hanya menghukum masyarakat ataupun mengincar perusahaan asing yang diduga melakukan land clearing dengan membakar. Karena semua itu tak akan terjadi kalau pemerintah melalui pejabat yang bertanggungjawab menjalankan kewajibannya melakukan pengawasan terhadap aktivitas pelaku usaha dan lingkungan hidup secara umum.
Depok, 27 Juni 2013
Tulisan ini pernah dimuat dalam www.zpador.wordpres.com,17/8/2013
Posting Komentar untuk "Asap dan Hangusnya Pengawasan"